MODUL KODING DAN KECERDASAN ARTIFISIAL FASE C KURIKULUM MERDEKA

Semangat Pagi,,
Dalam pengembangan talenta unggul, pemerintah berupaya memberi lebih banyak kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan minat dan bakat mereka di berbagai bidang, termasuk literasi digital, koding, dan kecerdasan artifisial. Kemendikdasmen menjadikan transformasi digital sebagai fokus utama untuk memperkuat sistem pendidikan dasar dan menengah. Penguatan kurikulum berbasis teknologi, pelatihan guru dalam menggunakan teknologi informasi, dan penyediaan akses ke infrastruktur digital adalah langkah penting untuk memastikan peserta didik siap menghadapi tantangan di masa depan. Salah satu inovasi yang didorong adalah pemanfaatan kecerdasan artifisial untuk personalisasi pembelajaran, sehingga pengalaman belajar bisa disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing peserta didik. Dengan sistem pembelajaran yang inklusif dan adil, pendidikan di Indonesia diharapkan mampu mencetak generasi yang kompetitif dan memastikan tidak ada anak yang tertinggal dalam mendapatkan akses pendidikan berkualitas.

Menyaksikan keberhasilan negara-negara seperti Singapura, India, Tiongkok, Australia, dan Korea Selatan dalam mengintegrasikan pembelajaran koding dan KA ke dalam sistem pendidikan mereka, Indonesia perlu mengambil langkah strategis agar tidak tertinggal dalam revolusi digital global. Upaya ini dapat dimulai dengan mengadaptasi kurikulum berbasis teknologi, memberikan pelatihan intensif bagi guru, dan memastikan akses yang merata terhadap infrastruktur digital di seluruh daerah. Selain itu, pendekatan pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning/PBL) yang telah diterapkan di berbagai negara dapat diadopsi untuk mendorong kreativitas dan inovasi peserta didik dalam memecahkan masalah menggunakan teknologi. Dengan merancang kebijakan yang sesuai dengan karakter dan kebutuhan pendidikan di Indonesia, pembelajaran koding dan KA tidak hanya akan meningkatkan daya saing peserta didik di tingkat nasional dan internasional, tetapi juga membantu menciptakan generasi yang siap menghadapi tantangan industri masa depan


KONSEP KODING DAN KECERDASAN ARTIFISIAL

Sebelum membahas lebih mendalam mengenai pembelajaran koding dan KA, kita perlu mendefinisikan beberapa konsep kunci yang terkait, yaitu berpikir komputasional, pemrograman, koding, dan kecerdasan artifisial

Berpikir Komputasional 
Berpikir komputasional adalah sikap dan keterampilan yang dapat diterapkan secara universal, serta dapat dipelajari dan digunakan oleh semua orang yang ingin belajar dan menggunakannya. Berpikir komputasional dilakukan melalui dekomposisi, yaitu memecah masalah besar menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dikelola dan diselesaikan; pengenalan pola atau kemiripan dalam data atau masalah sehingga dapat digunakan untuk menemukan solusi yang serupa dalam situasi lain; abstraksi dengan cara menyaring informasi yang relevan dan penting; dan berpikir algoritmik dengan menyusun langkah-langkah logis untuk menyelesaikan masalah. Berpikir komputasional merupakan proses berpikir yang digunakan untuk menghasilkan solusi dengan langkah-langkah komputasi yang dapat meningkatkan kemampuan analisis seseorang. Solusi tersebut dapat dilanjutkan dengan tindakan komputasional (computational acting) berupa penggunaan teknologi atau pemrograman. 

Intinya, berpikir komputasional adalah proses kognitif yang digunakan untuk merumuskan solusi dengan cara yang dapat dilaksanakan oleh komputer. Ini meningkatkan kemampuan analitis seseorang dan dapat mengarah pada tindakan komputasi, yang mencakup penerapan praktis teknologi dan pemrograman. Keterampilan dasar ini sangat penting untuk memahami cara melakukan koding dan untuk memahami prinsip-prinsip di balik kecerdasan artifisial.

Untuk mendesain penerapan berpikir komputasional di sekolah dapat diterapkan dengan langkah-langkah berikut: 
  1. Menentukan topik yang akan diterapkan dalam pembelajaran berpikir komputasional untuk diselesaikan, dibahas, atau diajarkan. 
  2. Mencari ide alat bantu yang dapat digunakan oleh peserta didik untuk memecahkan topik yang dipilih sebagai masalah yang akan diselesaikan. Alat bantu ini dapat berupa permainan (kartu, sticky note, dan lain-lain.), alat peraga, multimedia, atau block programming (seperti Scratch).
  3. Menyusun ide alat bantu menjadi skenario pembelajaran yang sistematis dan menyesuaikannya dengan metode pembelajaran berbasis peserta didik aktif yang sesuai. Skenario ini kemudian diintegrasikan ke dalam dokumen perangkat pembelajaran seperti modul ajar, LKPD (Lembar Kerja Peserta Didik), bahan ajar, media ajar, atau instrumen evaluasi. 
  4. Melaksanakan proses pembelajaran mulai dari pembukaan, inti, hingga evaluasi berdasarkan ide alat bantu yang telah disiapkan. Selama proses pembelajaran, pendidik perlu melibatkan peserta didik secara aktif, mengamati, memberikan bantuan jika diperlukan, dan membuat kesimpulan bersama peserta didik. 
  5. Melakukan dokumentasi (mencatat dan menyimpan momen digital selama proses) dan melaksanakan evaluasi pembelajaran sebagai dasar refleksi untuk perbaikan di masa depan.
Pemrograman
Pemrograman adalah proses merancang, menulis, dan menguji kode yang digunakan untuk mengembangkan perangkat lunak dan aplikasi komputer. Pemrograman mencakup aspek logika, algoritma, serta struktur data untuk menyelesaikan masalah tertentu.

Koding
Koding merupakan tindakan dalam menerjemahkan keinginan (intentions) manusia ke dalam format yang dapat dimengerti komputer melalui bahasa pemrograman. Koding juga mengacu pada salah satu praktik pemrograman atau pemberian instruksi kepada komputer (misalnya, robot, chip, perangkat kecil), yang menerapkan solusi yang dikembangkan melalui pemikiran komputasi. Walaupun pemrograman dan koding memiliki cakupan yang berbeda, namun dalam beberapa artikel pembelajaran koding untuk sekolah, dua istilah tersebut sering digunakan bergantian dan dilihat sebagai sinonim. Pembelajaran koding dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti plugged coding yang menggunakan perangkat komputer dan perangkat lunak; unplugged coding yang mengajarkan konsep pemrograman tanpa menggunakan komputer melalui aktivitas fisik atau game; dan internet-based coding yang memungkinkan pembelajaran melalui platform daring interaktif melalui koneksi internet. Berdasarkan konsep tersebut, maka koding dapat dipahami sebagai praktik pemrograman perangkat komputasi dengan melibatkan kemampuan berpikir komputasional dan algoritma secara internet-based, plugged, dan unplugged.


Gambar 01. Unplugged coding dengan permainan

Kecerdasan Artifisial (KA)
Kecerdasan Artifisial dapat didefinisikan sebagai kemampuan sistem untuk dapat menginterpretasikan data eksternal dengan benar, belajar dari data tersebut, dan menggunakan pembelajaran tersebut untuk mencapai tujuan dan tugas tertentu. Dalam perkembangannya, KA mencakup berbagai subbidang, seperti pembelajaran mesin (machine learning), pembelajaran mendalam (deep learning), KA generatif, dan model bahasa besar (large language models). Machine Learning berfokus pada pembelajaran sistem dari data tanpa melakukan pemrograman secara eksplisit. 

Deep Learning menggunakan jaringan syaraf tiruan dengan banyak lapisan mendalam untuk mempelajari pola dari data yang jumlahnya banyak dan dapat digunakan untuk menyelesaikan beberapa tugas kompleks, seperti klasifikasi gambar, deteksi objek, dan segmentasi gambar. Pada 2017, perkembangan KA mengarah kepada KA generatif, di mana model KA dapat menghasilkan teks, gambar, dan suara baru berdasarkan pola yang dipelajari dari data latih yang sudah ada. Model KA generatif yang saat ini sedang berkembang adalah Large Language Models (LLMs), di mana model ini mampu memahami dan menghasilkan teks dengan tingkat kualitas yang mendekati manusia sehingga membuka berbagai peluang dalam bidang pendidikan dan penelitian. 

Dalam konteks pendidikan, KA diposisikan sebagai sistem atau teknologi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, KA dapat digunakan untuk personalisasi sesuai kebutuhan belajar peserta didik. Namun, selain diposisikan sebagai teknologi pendukung, pemahaman, pemanfaatan, dan pengembangan KA dapat diposisikan sebagai materi pembelajaran pada berbagai jenjang pendidikan. Pembelajaran Koding dan KA akan dijelaskan pada bagian berikut.

Gambar 02. Cakupan Kecerdasan Artifisial


PEMBELAJARAN KODING DAN KECERDASAN ARTIFISIAL (KKA) PADA FASE C (KELAS 5-6)

Berdasarkan teori Piaget, anak normal mencapai puncak kematangan berpikir logis dan sistematis selambatnya pada usia 11 tahun (fase operasional konkret) atau setara kelas 5 SD. Pada jenjang SD, pembelajaran Koding dan KA masuk pada penanaman fondasi atau pradasar. Mengingat kelas 5 dan 6 merupakan fase terakhir sebelum masuk ke jenjang SMP di mana nantinya ada mata pelajaran Informatika sebagai mata pelajaran wajib, elemen, materi, dan capaian belajar Koding dan KA harus mendukung pembelajaran di fase berikutnya. Elemen, materi dan capaian belajar di fase C diuraikan pada tabel berikut ini.


Konsep fondasional KA dapat dipelajari melalui bagaimana makhluk hidup dan perangkat elektronika mampu melakukan penginderaan (sensing), mengenali objek, dan menjadikan hal itu sebagai pengetahuan mereka.
 
Untuk lebih jelasnya bapak/ibu bisa mengunduh Modul Koding dan Kecerdasan Artifisial Fase C Kurikulum Merdeka di bawah ini





Yudi Candra Saya adalah seorang guru Sekolah Dasar yang ingin berbagi informasi sekaligus menambah informasi saya mengenai pendidikan

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "MODUL KODING DAN KECERDASAN ARTIFISIAL FASE C KURIKULUM MERDEKA"

Post a Comment

link 5 baris

atas 2

Iklan Tengah Artikel (5 baris)

bawah